om swastyastu

om swastyastu
om swastyastu.. selamat datang..

Jumat, 03 Juli 2015

AJARAN TATASUSILA DALAM KITAB SARASAMUCCAYA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kehidupan manusia, tentu tidak akan dapat terlepas dari sebuah aturan bermasyarakat. Manusia sebagai mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri, membutuhkan orang lain sebagai penunjang hidupnya. Manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, membutuhkan sebuah tata krama pergaulan. Tata krama ini nantinya akan mampu membuat atau membatasi tingkah laku seseorang, sehingga saat bersosialisasi tidak akan menyakiti orang yang lainnya.
Tata krama telah terbukti menjadi sebuah aturan atau acuan dalam membina keharmonisan di masyarakat. Tata krama memberi sekat-sekat ataubatasan-batasan bertingkahlaku sebagai seorang manusia yang berbudi (sopan santun). Ajaran tata krama membuat seorang anak akan menghormati orang tuanya, orang lain yang lebih tua, serta menjaga keharmonisanbersama teman-teman sebayanya. Ajaran tata krama pula yang membuat seorang siswa patuh dan hormat kepada gurunya.
Ajaran tata krama mampu mengubah perilaku seseorang yang awalnya tidak baik, menjadi orang yang lebih baik. Ajaran tata krama berisikan tentang tata cara menjadikan seorang anak menjadi sopan, santun, dan berbudi pekerti yang luhur. Selain itu, kontribusi dari perilaku sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur tentunya akan mendapat timbal balik yang positif dari lawan bicara atau orang-orang disekitar anak itu sendiri. Anak yang baik, tentu akan mendapat perlakuan yang baik pula.
Pentingnya ajaran tata krama ini, membuat sekolah-sekolah telah menerapkan ajaran tata krama dalam kurikulum pelajarannya. Salah satu mata pelajaran yang memberi ajaran tata krama adalah pelajaran budi pekerti. Pelajaran ini telah ditanamkan sejak masih di taman kanak-kanak. Selain itu, mata pelajaran yang juga memberikan penerapan ajaran tata krama yaitu mata pelajaran Agama, baikitu Agama Hindu, Islam, Kristen, Budha, maupun yang lainnya.
Perkembangan pendidikan Agama Hindu dewasa ini sudah semakin mengalami kemajuan. Pendidikan Agama Hindu, sebagaimana pendidikan agama lainnyajuga mengajarkan tentang ajaran tata krama. Ajaran tata krama dalam Hindu disebut dengan istilah Tata Susila. Ajaran tata susila mengajari seseorang tentang tata cara berprilaku atau bersikap yang baik berdasarkan ajaran agama, khususnya Hindu.
Ajaran tata susila apabila diterapkan pada setiap orang, tentu akan sangat mengubah pola perilaku seseorang. Seseorang yang memahami ajaran tata susila, tentunya akan lebih menghargai orang lain, melakukan segala perbuatanh yang berlandaskan pada dharma. Selain itu, mempelajari tata susila akan mampu membuat seseorang lebih bias mengendalikan dirinya, baik secara rohani (pikiran), maupun secara jasmani (perbuatan).
Mengingat bahwa ajaran tata susila sangat penting keberadaannya, maka ajaran inipun telah banyak dibahas dalam kitab-kitab suci keagamaan. Naskah-naskah suci Hindu yang memuat tentang ajaran tata susila, biasanya membahas mengenai ajaran tata susila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat maupun dalam beragama. Beberapa naskah suci Hindu yang memuat tentang ajaran tata susila ini yakni Veda, Sarasamuccaya, Ślokantara, Bhagavadgītā, dan yang lainnya.
Banyak kitab suci yang memberikan ajaran tata susila. Salah satu yang paling terkenal mengandung banyak ajaran tata susila yaitu kitab Sarasamuccaya. Kitab Sarasamuccaya sendiri berisikan tentang ajaran-ajaran terkait dengan tata cara berprilaku yang berlandaskanajaran dharma. Kitab ini banyak mengajarkan mengenai penerapan etika bertingkahlaku dlam kehidupan bermasyarakat.

1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didaptkan rumusan masalah sebagai berikut.
1.2.1        Bagaimanakah hubungan tata susila dengan kitab Sarasamuccaya?
1.2.2        Bagaimana ajaran tata susila yang terdapat dalam kitab Sarasamuccaya?

1.3   Tujuan Penulisan
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mencari tahu nilai-nilai atau ajaran-ajaran mengenai tata susila yang terdapat dalam kitab Sarasamuccaya, sebagai bentuk pengamalan dan usaha memperkenalkan salah satu dari ajaran tri kerangka dasar Agama Hindu, yakni susila.

1.3.2        Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus penulisan paper ini berdasarkan dari rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut.
1.            Untuk mengetahui hubungan tata susila dengan kitab Sarasamuccaya.
2.            Untuk mengetahui ajaran tata susila yang terdapat dalam Sarasamuccaya.

1.4   Manfaat Penulisan
1.4.1        Manfaat Teoritis
Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca agar lebih menghargai, memahami, dan mengamalkan ajaran tata susila dalam kitab Sarasamuccaya sebagai salah satu upaya untuk mengamalkan salah satu ajaran dari tri kerangka dasar Agama Hindu, yakni susila. Serta bermanfaat pula sebagai acuan dalam penulisan paper terkait tata susila dalam Sarasamuccaya selanjutnya.
1.4.2        Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
  1. Bagi mahasiswa hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan bacaan untuk mendapatkan informasi mengenai ajaran-ajaran tata susila yang terdapat dalam kitab Sarasamuccaya.
  2. Bagi masyarakat diharapkan penelitian ini dapat menambah rasa kecintaan dan kepedulian terhadap pengamalan ajaran tata susila sebagai salah satu bentuk dari penerapan ajaran salah satu ajaran dari tri kerangka dasar Agama Hindu, yakni susila.
  3. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk pebanding saat meneliti mengenai ajaran tata susila dalam kitab Sarasamuccaya.

1.5  Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam penulisan paper ini antara lain sebagai berikut:
1.5.1        Menggunakan metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah sebuah metode untuk mengumpulkan data-data dari beberapa literatur atau buku-buku yang ada hubungannya dengan objek permasalahan.
1.5.2        Menggunakan metode observasi. Metode observasi ini dipergunakan saat mengobservasi atau mencari buku dan literature di tempat-tempat bersangkutan, seperti perpustakaan daerah maupun toko buku.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Tata Susila dan Sarasamuccaya
 Sudirga, dkk (2013: 80) dalam buku Widya Dharma Agama Hindu menyatakan bahwa pengertian Susila atau etika adalah upaya (karma) manusia mempergunakan keterampilan fisiknya (angga) dan kecerdasan rohani (sukma sarira) nya, yang terdiri dari pikiran (manas), kecerdasan (buddhi) dan kesadaran murni (atman) dapat berfungsi untuk memecahkan berbagai masalah tentang bagaimana ia harus hidup sebagai manusia yang baik (suputra). Sejalan dengan pendapat Sudirga, Subagiasta (2007: 6) memaparkan terkait etika pendidikan merupakan suatu proses dan sistem untuk mendewasakan umat manusia khususnya umat Hindu menuju kepada kondisi kebaikan dengan dasar ajaran pokok adalah ajaran Agama Hindu yang bersumber pada naskah Hindu.
Pada bukunya, Subagiasta (2007: 6) juga menjelaskan bahwa penekanan kata ‘etika’ adalah bagaimana hal yang buruk dapat menuju pada kebaikan, kemuliaan, kebenaran, keutamaan,dan yang sejenisnya dalam kaitannya dengan pengelolaan kependidikan Agama Hindu di Indonesia. Pendapat Subagiasta tersebut di atas memberikan gambaran terkait betapa pentingnya ajaran tata susila bagi seseorang.
jaran tata susila merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Tata susila berisikan ajaran kepada seorang manusia mengenai acuan bertingkah laku yang benar. Manusia sangat penting memahami ajaran tata susila, mengingat hanya manusia yang memiliki idep. Idep  atau cara berpikir itu sendirinantinya akan mampu membuat seorang manusia untuk melakukan perbuatan yang baik, maupun yang buruk. Sila (perilaku) seoranag manusia yang dapat menjadi baik maupun buruk terdapat dalam sebuah sloka di Kitab Sarasamuccaya. Kutipannya adalah sebagaiberikut.
Mānusah sarvabhūteṣu varttate vai ṣubhāśubhe,
aśubheṣu samaviṣṭam śubhesvevāvakārayet.
(Sarasamuccaya, sloka 2)
Text Box: Ri sakwehning sarwa bhuta,iking janma wwang juga wĕnang gumawayaken ikang śubhāśubhakarma, kuneng panĕntasakĕna ring śubhakarma juga ikangaśubhakarma phalaning dadi wwang.
Atinya :
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia.

Banyak kitab suci yang memberikan ajaran tata susila. Salah satu yang paling terkenal mengandung banyak ajaran tata susila yaitu kitab Sarasamuccaya. Kitab Sarasamuccaya terdiri dari sebuah pengantar pendek dan 517 sloka yang diterangkan dalam bahasa Jawa Kuna. Kitab ini adalah kitab etika untuk pemeluk agama Hindu.
Gunawan (dalam  Kajeng, 2011: i) menyatakan bahwa Sarasamuccaya adalah merupakan salah satu kitab suci kelompok Nibanda yang membahas tentang ajaran Susila Dharma untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa. Susila Dharma yang dimaksudkan memberikan penekanan bahwa dalam kitab Sarasamuccaya memang mengandung ajaran terkait tata cara bertingkah laku yang baik (susila) sesuai dengan ajaran dharma (kebenaran).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kitab Sarasamuccaya memiliki keterkaitan dengan ajaran tata susila. Mengingat bahwa ajaran tata susila banyak di singgung dalam sloka-sloka di Sarasamuccaya, terlebih terkait dengan ajaran Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa. Selain itu, mempelajari dan menerapkan ajaran pada kitab Sarasamuccaya juga akan mampu membuat atau mengubah sikap seseorang yang awalnya tidak baik, menjadi lebih baik dan berada pada ajaran dharma.

2.2  Ajaran Tata Susila dalam Sarasamuccaya
2.2.1    Ajaran Catur Purusa Artha
Catur Purusa Arta terdiri dari kata catur yang berarti empat, purusa berarti jiwa atau manusia dan artha berarti tujuan hidup. Jadi Catur Purusa Artha berarti empat tujuan hidup manusia (Subagiasta, 2007: 42). Istilah Catur Purusa Artha sering dikaitkan dengan istilah Catur Varga. Catur Varga terdiri dari kata catur yang berarti empat dan Varga yang berarti terjalin erat atau golongan. Jadi catur Varga berarti empat tujuan hidup yang terjalin erat satu dengan yang lainnya.
Bersdarkan pengertian-pengertian yang terurai di atas dapat diketahui bahwa Catur Purusa Artha dan Catur Varga adalah dua buah istilah yang sesungguhnya sama. Catur Purusa Artha atau Catau Varga adalah empat tujuan hidup manusia yang sama-sama bertujuan untuk mewujudkan suatu perpaduan yang utuh. Penekanan pada pengertian perpaduan yang utuh tersebut sangat penting, supaya hidup seseorang dapat mencapai tujuan yang seharusnya.
Ajaran tata susila banyak terdapat dalam kitab Sarasamuccaya. Gunawan (dalam  Kajeng, 2011: i) menyatakan bahwa kitab Sarasamuccaya adalah merupakan salah satu kitab suci kelompok Nibanda yang membahas tentang ajaran Susila Dharma untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa. Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa yang dimaksud oleh Gunawan tersebut merupakan bagian dari Catur Purusa artha.
Pendapat dari Gunawan di atas, terbukti pada kutipan dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 1. Tetapi bedanya, dalam kitab Sarasamuccaya tersebut, pembagian Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa merupakan bagian dari catur varga. Meskipun sebutannya berbeda, tetapi tidak mengurangi makna dari ajaran Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa tersebut, sebab kedua ajaran (Catur Purusa Artha maupun Catur Varga) sama-sama berisikan tentang empat tujuan hidup manusia. Kedua ajaran tersebut sama-sama memuat ajaran Dharma yang berarti kebenaran, artha berarti kekayaan, kama berarti keinginan, serta moksa yang berarti pembebasan. Berikut adalah kutipan slokanya.
Dharme cārte ca kāme ca moksa ca bhāratarṣabha,
Yadihāsti tadanyatra yannehāsti an tat kvacit.
Text Box: Anaku kamung Janamejaya, salwirning warawarah, yāwat makapadārthang caturwarga, sāwataranya, sakopanyāsanya, hana juga ya ngke, sangksepanya, ikang hana ngke, ya ika hana ing len sangkeriki, ikang tan hana ngke, tan hana ika ring len sang keriki.
Artinya :
Anakanda Janamejaya, segala ajaran tentang caturwarga (dharma, artha, kama dan moksa), baikpun sumber, maupun uraian arti atau tafsirannya, ada terdapat di sini akan terdapat dalam sastra lain; yang tidak terdapat di sini tidak akan terdapat dalam sastra lain dari sastra ini (tentang caturwarga).

Seperti namanya, Catur Purusa Artha terdiri dari empat bagian, yaitu dharma, artha, kama dan moksa. Dharma adalah pembuka pintu kebahagiaan akhirat (swarga) dan jalan untuk mencapai ketentraman perasaan dan kebebasan roh dari penjelmaan (moksa) (Subagiasta,2007: 42). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pengamalan dharma akan membawa seseorang untuk mampu mencapai tujuan tertingginya, yaitu moksa.
Kata Dharma  berasal dari kata dhr yang berarti menjinjing, memelihara, memangku dan mengatur. Jadi Dharma adalah sesuatu yang mengatur atau memelihara dunia beserta makhluk (Atmaja, 2010: 15).  Dharma juga berarti sila atau budhi pekerti luhur sebagai penuntun manusia di dalam kebenaran dan kesempurnaan lahir batin. Dengan demikian dharma memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Catur Purusa Artha karena dharmalah yang dapat mengantar manusia dalam menuruti kama (keinginan) sehingga manusia mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia ini.
Sejalan dengan pendapat Atmaja dan Subagiasta, dalam kitab Sarasamuccaya pun terdapat beberapa sloka yang mengandung ajaran Dharma.  Salah satu sloka yang memuat ajaran dharma adalah sloka yang ke 14. Berikut kutipannya.
Dharma eva plavo nanyah svargam samabhivāñchatam,
Sa ca naurpvaṇijasstatam jaladheh pāramicchatah.

Text Box: Ikang dharma ngaranya, hĕnuning mara ring swarga ika, kadi gatining parahu, an henuning baṇyaga nĕntasing tasik.

Artinya :
            Yang disebut dharma, adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan.

Kutipan dari sloka di atas menunjukkan bahwa dharma merupan sebuah jalan atau kendaraan seseorang untuk mencapai tujuannya yang terbaik. Dharma pada hakekatnya dikatakan sebagai sebuah perilaku yang harus dilakukan oleh seorang umat. Dengan mengamalkan sikap dharma, maka seseorang akan mampu mengendalikan kama (keinginan) akan artha (kekayaan), sehingga mampu mencapai moksa. Artha maupun kama yang telah terpenuhi atau tercapai, apabila tidak dilandasi ajaran dharma, maka artha dan kama tersebut dikatakan tidak ada artinya. Hal ini terdapat dalam kutipan Sarasamuccaya sloka 12, sebagai berikut.
Kamarthau lipsamānastu dharmmamevāditaṣcaret,
nahi dharmmādapetyārthah kāmo vapi kadācana
Text Box: Yan paramārthanya, yan arthakāma sādhyan, sharma juga lĕkasakĕna rumuhun, niyata katĕmwaning arthakāma mĕne tan paramārtha wi katemwaning arthakāma deninganasar sakeng dharma.
Artinya :
Pada hakikatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak aka nada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.

Mengamalkan ajaran dhama juga akan mampu mendatangkan kebahagiaan bagi orang itu sendiri. Pemaparan terkait dharma yang mampu mendatang kebahagiaan terdapat pula dalam sloka Sarasamuccaya yang ke 18, berikut kutipannya.
Dharmah sadā hitah pumsām dharmaṣcaivāṣrayah satam,
Dharmallokāstrayastāta pravṛttah sacarāhcarāh.
Text Box: Mwang kottanam ikang dharma, prasiddha sangkaning hitāwasāna, irikang mulahakĕn ya, mwang pinakāṣraya sang pandita, sangksĕpanya, dharma mantasakĕnikang triloka.
Artinya            :
Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya; lagipula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka atau jagad tiga itu.

Ajaran Catur Purusa Artha yang ke dua dan ke tiga adalah ajaran artha dan kama. Artha dan kama biasanya sering dikait-kaitkan, mengingat kama merupakan keinginan sedangkangkan artha merupakan kekayaan. Keberadaan Artha dan Kama tidak bias terlepas dari ajaran dharma. Kutipan Sarasamuccaya yang memuat ajaran Artha dan Kama yang berhubungan dengan ajaran Dharma, terdapat dalam sloka 12. Berikut adalah kutipannya.
Kamarthau lipsamānastu dharmmamevāditaṣcaret,
Nahi dharmmādapetyārthah kāmo vapi kadācana.

Text Box: Yan paramārthanya, yan arthakāma sādhyan, dharma juga lĕkasakĕna rumuhuh, niyata katĕmwaning arthakāma mĕne tan paramārtha wi katemwaning arthakāma deninganasar sakeng dharma.

Artinya :
            Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.

Berkaitan dengan kutipan sloka di atas,terdapat pula sloka yang memaparkan tentang pembagian pendapatan (artha) yang dibagi berdasarkan ajaran dharma. Adapun sloka yang berkaitan dengan pembagian artha ini adalah Sarasamuccaya sloka 261. Berikut adalah kutipannya.
dharmeṇārthah samāhāryo dharmalabdhaṁ tridhā dhanaṁ,
kartavyaṁ dharma paramaṁ mānavena prayatnatah.

Text Box: Lawan tĕkapaning mangarjana, makapagwanang dharmata ya, ikang dāna antukning mangarjana, yatika patĕlun, sadhana ring telu, kayatnākĕna.
Artinya :
Dan caranya berusaha memperoleh sesuatu, hendaklah berdasarkan dharma, dana yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga, guna melaksanakan (biaya) mencapai yang tiga itu; perhatikanlah itu baik-baik.

Selanjutnya, pembagian dari artha ini juga terdapat dalam sloka Sarasamuccaya yang ke 262. Berikut kutipannya.
            Ekanāmcena dharmārthah kartavyo bhūtimicchatā,
            Ekanāmcena kāmārtha ekamaṁcaṁ vivirddhayet.
            Text Box: Nihan kramanyan pinatĕlu, ikang sabhāga, sādhana rikasiddhaning dharma, ikang kaping rwaning bhāga sādhanari kasiddhaning kama ika ikang kaping tiga, sādhana ri kasiddhaning artha ika, wrddhyakĕna muwah, mangkanakramanyan pinatiga, denika sang mahyun manggihakĕnang hayu.
Artinya :
Demikianlah hakekatnya maka dibagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian guna mencapai dharma, bagian yang ke dua adalah biaya untuk memenuhi kama, bagian yang ke tiga diuntukkan bagi melakukan kegiatan usaha dalam bidang artha, ekonomi, agar berkembang kembali demikian hakekatnya, maka dibagi tiga, oleh orang yang ingin beroleh kebahagiaan.
Ajaran dari catur purusa artha yang ke empat adalah moksa. Moksa menurut Subagiasta (2007: 42) berarti kebebasan dari pasang surut gelombang hidup duniawi yang menumbulkan senang dan duka dan kebebasan atma (roh sumber hidup) dari ikat nafsu maupun penjelmaan (reincarnation atau punarbhawa). Pendapat Subagiasta ini memberi penegasan terkait melalui pengamalan ajaran catur purusa artha, yaitu pengamalan artha dan kama berdasarkan dharma akan mampu membawa atau mengantarkan seseorang pada tujuan tertinggi umat Hindu yaitu moksa atau pembebasan.
Sejalan dengan pendapat Subagiasta terkait moksa sebagai pembebasan, kitab Sarasamuccaya pada beberapa slokanya juga memuat ajaran terkait moksa. Salah satu slokanya adalah sloka yang ke 488. Sloka tersebut berisikan tentang pembebasan, di mana yang berasal dari Tuhan, akan kembali pada Tuhan. Seperti juga ayat terkait moksa yang berbunyi manunggaling kaula gusti, yaitu bersatu kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikut adalah kutipannya.
ādarṣanādāpatitāh punaṣcādarcanam gatāh,
na te tava na teṣām tvaṁ kā tatra paridevanā
Text Box: Kĕta sakeng taya marika, muwah, ta ya mulih ring taya, sangkṣipta, tan akunta ika, ika tan sapa lawan kita, an mangkana, apa tojara, apa polaha.
Artinya :
Katanya mereka datang dari taya dan kemudian kembali ke taya; singkatnya, bukan kepunyaanku itu, itu tidak ada hubungannya dengan anda; jika demikian halnya, apa yang akan dikatakan dan apa yang akan dikerjakan.
Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa segala yang datanya dari taya, kemudian akan berpuloang pula kepada taya itu sendiri. Taya menurut Kajeng (1997: 364) berarti tidak ada, kosong, sunya, tak tampak sesuatu apa, ditafsurkan tidak ada tampak pada mata biasa. Hal ini semakin memperjelas bahwa taya  yang dimaksud dalam sloka tersebut adalah Tuhan Yang Maha Esa, sebab Beliau tidak terlihat dan tidak sanggup untuk dibayangkan. Ini berarti segala yang berasal dari Tuhan, akan kembali pada Tuhan itu sendiri, pembebasan yang sesungguhnya adalah saat atma mampu menunggal dengan brahman itu sendiri.
2.2.2 Ajaran Tri Kaya Parisudha
Tri Kaya Parisudha merupakan bagian etika (susila) dari Agama Hindu (Sumarni, 2004: 45). Secara etimologi, tri kaya parisudha terdiri dari tiga buah kata, yaitu tri, kaya, dan parisudha. Tri artinya “tiga”, kaya artinya “karya atau perbuatan”, dan parisudha artinya “penyucian”. Jadi Tri Kaya Parisudha adalah tiga perilaku yang dimuliakan dan disucikan oleh setiap umat Hindu (Subagiasta, 2007: 14).  Ajaran etika Hindu tentang tri kaya parisudha iniadalahsebagai landasan utama dalam berpikir yang baik dan benar, berkata yang baik dan benar, serta bertindak yang baik dan benar.
Tri Kaya Parisudha pada umumnya terdiri dari tiga buah ajaran pengendalian, yaitu manahcika, wacika, dan kayika parisudha. Dalam sloka Sarasamuccaya tri kaya ini dijelaskan dalam istilah yang berbeda, tetapi maknanya tetap sama. Sarasamuccaya menyatakan bahwa segala yang dilakukan orang dapat berlangsung melalui trikaya, tiga anggota badan yaitu : Kaya, Wak dan manah. Kaya ialah anggota badan, seperti tangan, kaki, punggung, mulut dan sebagainya. Sedangkan wak ialah kata-kata, dan manah adalah pikiran. Dengan tiga alat inilah manusia dapat berbuat sesuatu, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain, dan lingkungannya. Ajaran terkait tri kaya parisudha dalam Sarasamuccaya terdapat dalam sloka 157. Berikut adalah kutipannya.
Adrohah sarvabhūteu kāyena manasā girā,
Anugrahaca dānaṁ ca ilametadvidurbudhāh
Text Box: Ikang kapātyaning sarwabhāwa, haywa jugenulahakĕn, makasādhanang trikāya, nāng kāya, wāk manah, kunang prihen ya ring trikāya; anugraha lawan dāna juga, apan ya ika cīla ngaranya, ling sāng paṇḍita.
Artinya :
            Yang membuat matinya segala mahluk hidup, sekali-kali jangan hendaknya dilakukan dengan menggunakan trikaya, yaitu perbuatan, perkataan, dan pikiran; adapun yang haras diikhtiarkan dengan trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab itulah disebut Sila (perbuatan baik), kata orang arif.

Selanjutnya pembagian pertama dari tri kaya parisudha terdapat pula dalam Sarasamuccaya sloka 73, berikut kutipannya.
Manasā trividham caiva vācā caiva caturvinham,
Kayena trividham capi dacakarma pathaccaret.
Text Box: Hana karmapatha ngaranya, kahṛtaning indriya, sepuluh kwehnya, ulahakĕna, kramanya, prawṛttyaning manah sakarĕng, tĕlu kwehnya; ulahaning wak, pat, prawṛttyaning kāya, tĕlu, piṇḍa sapuluh, prawṛttyaning kāya, wāk, manah, kengĕta. 
Artinya :
Adalah karmapatha namanya, yaitu pengendalian hawa nafsu, sepuluh banyaknya yang patut dilaksanakan; perinciannya; gerak pikiran, tiga banyaknya; perilaku perkataan, empat jumlahnya; gerak tindakan, tiga banyaknya; jadi sepuluh banyaknya, perbuatan yang timbul dari gerakan badan, perkataan dan pikiran; itulah patut diperhatikan.

Kutipan tersebut di atas menjelaskan tentang pembagian tri kaya parisudha yang kemudian diperinci menjadi sepuluh tindakan. Tiga tindakan untuk manahcika, empat tindakan pada wacika parisudha (wak), dan tiga tindakan untuk kayika parisudha. Orang yang mampu mengendalikan pikirannya disebut telah mengamalkan ajaran Manahcika Parisudha (Sumarni, 2004: 47). Berikut adalah kutipan sloka dalam Sarasamuccaya yang berisi tentang pengendalian pikiran.
Anabhidhyām parasveṣu sarvasatveu cāruam,
Karmaṇām phalamastīti trividham manasā caret.
(Sarasamuccaya, sloka 74)
Text Box: prawṛttyaning manah rumuhun ajarakêna, têlu kwehnya, pratyakanya, si tan engine adêngkya ri drbyaning len, si tan krodha, ring sarwa sattwa, si mamituhwa ri hana ning karmaphala, nahan tang tiga ulahaning manah, kahṛtaning indriya ika.
Artinya :
Tindakan dari gerak pikiran terlebih dulu akan dibicarakan, tiga banyaknya, perinciannya:  tidak ingin dan dengki pada kepunyaan orang lain, tidak bersikap gemas kepada segala makhluk, percaya akan kebenaran ajaran karmaphala, itulah ketiganya perilaku pikiran yang merupakan pengendalian hawa nafsu.

Pikiran merupakan hal yang paling harus mampu untuk dikendalikan. Pikiran diibaratkan seorang kusir yang mampumengendalikan dan bertanggung jawab atas pengendalian dari lima kudanya (panca indriya). Pikiran mampu membuat seseorang berkata yang baik atau bahkan menyakiti seseorang, begitu pula pikiran mampu membuat seseorang bertindak yang benar maupun dosa. Inilah yang membuat pikiran dikatakan sumber dari segala yang dilakukan seseorang. Kitab Sarasamuccaya sloka 79 juga memuat terkait pentingnya pengendalian pikiran sebagai berikut.
Manasā nicayam krtva tato vaca vidhiyate,
Kriyate karmanā paṣcāt pradhānam vai manastatah.
Text Box: Kunang sangkṣepanya, manah nimittaning niṣcayajñāna, dadi pwang niṣcayajñāna, lumekas tang ujar, lumekas tang maprawṛtti, matangnyan manah ngaranika pradhānan mangkana.
Artinya :
Maka kesimpulannya, pikiranlah yang merupakan unsur yang menentukan; jika menentukan perasaan hati telah terjadi, maka mulialah orang berkata, atau melakukan perbuatan; oleh klarena itu pikiranlah yang menjadi pokok sumbernya.
Bagian dari tri kaya parisudha yang ke dua adalah wacika parisudha atau perkataan. Pepatah mengatakan, mulutmu adalah harimaumu. Hal ini berarti dengan perkataan akan mampu membuat seseorang menjadi memliki banyak teman,atau bahkan dimusuhi banyak orang. Perkataan yang baik akan mampu membawa kebahagiaan bagi yang berbicara maupun yang mendengarkan, begitu pula sebaliknya, perkataan yang kasar akan menyakiti hati pendengar sehingga merugikan yang berbicara. Perkataan akan mampu membuat hidup seseorang menjadi penuh cinta atu bahkan penuh kebencian. Hal ini sama seperti beberapa sloka yang terdapat dalam Kitab Sarasamuccaya, salah satu diantaranya adalah sloka 118, berikut kutipannya.
samyagalpaṁ ca vaktavyamaviksiptena cetasā
vākprabandho hi saṁrāgādvirāgādvā bhavedasan
Text Box: Ika tang ujarakena, rahayu ta ya, haywa ta winistārākên haywa hyun-hyun kawarjana angucap, apan ikang ujar yan, jambat, hanang haras, hana ililik pinuharanya, tan rahayu ta ngaranika.
Artinya :
Yang patut dikatakan itu hendaklah sesuatu yang membawa kebaikan, hal itu janganlah digembar-gemborkan; berkeinginandisebut pandai bicara; sebab kata-kata itu jika berkepanjangan, ada yang menyebabkan senang ada yang menimbulkan kebencian; tak baik hal serupa itu.
 Pengendalian dalam berbicara sangatlah penting, mengingat dengan perkataan mampu menyenangkan atau bahkan menyakiti orang lain. Untuk mencegah perkataan tersebut tidak menyakiti orang lain, maka ada beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk mengendalikan perkataan. Selanjutnya, empat buah tindakan pengendalian dalam perkataan (wacika parisudha) terdapat dalam sloka Sarasamuccaya pada sloka ke 75. Berikut kutipannya.
Asatpralāpam pārusyam paicunyamanrtam tathā,
Vatvāri vācā rājendra na jalpennānucintayet.

Text Box: Nyang tanpa prawṛttyaning wāk, pāt kwehnya, pratyekanya, ujar ahala, ujar aprgas, ujar picuna, ujar mithyā, nahan tang pāt sinanggahananing wāk, tan ujarakena, tan angĕn-angĕnan kojaranya.

Artinya :
            Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu perkataan jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan memfitnah, perhataan bohong (tak dapat dipercaya); itulah keempatnya harus disingkirkan dari perkataan, jangan diucapkan, jangan dipikir-pikir akan diucapkannya.

Pengendalian yang ke tiga adalah pengendalian perbuatan. Dalam Sarasamuccaya juga memaparkan terkait pengendalian perbuatan. Ada tiga buah tindakan pengendalian dalam perbuatan (kayika parisudha) yang terdapat dalam sloka Sarasamuccaya pada sloka ke 76. Berikut kutipannya.
Prāṅatipātam stainyam ca paradārānathāpi vā, trini
pāpāni kāyena sarvatah parivarjavet.

Text Box: Nihan yang tan ulahakêna, syamātimāti mangahalahal, si paradāra, nahan tang têlu tan ulahakena ring asing ring parihāsa, ring āpatkāla, ri pangipyan tuwi singgahana jugeka.

Artinya :
Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh, mencuri, berbuat zina; krtiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketiganya itu.

2.2.3 Ajaran Dasa Yama dan Nyama Bratha
Dasa yama bratha secara etimologi terdiridari tiga kata, dasa yang berarti sepuluh, yama berkaitan dengan perbuatan jasmani, serta bratha yang berarti pengendalian. Jadi dapat disimpulkan bahwa dasa yama bratha berarti sepuluh macam pengendalian terhadap perbuatan kita untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin (Tim Penyusun, 1996: 38). Berikut adalah kutipan Sarasamuccaya terkait dengan dasa yama bratha. Ajarannya terdapat dalam sloka 259. Berikut kutipannya.
ānrcangsyaṁ kṣamā satyamahimsā dama ārjavam,
Prītih prasādo mādhuryam mārdavaṁ ca yamā daca.

Text Box: Nyang brata ikang inaranan yama, pratyekanya nihan, sapuluh, kwehnya, anrsangsya, ksama, satya, ahingsa, dama, arjawa, priti, prasada, madhurya, mardawa, nahan pratyekanya sapuluh, anrsangsya, si harimbawa, tan swartha kewala, ksama si kelan panastis, satya, si tan mrsawada, ahigsa, manuke sarwa, bhawa, dama, si upasama wruh mituturi manahnya, arjawa, si duga-duga bener, priti, si gong karuna, prasada heningning manah, madhurya, manisning wulat lawan wuwus, mardawa, pos ning manah.

Artinya  :
Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian :
1.        Anrsangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja.
2.        Ksama yaitu tahan akan panas dan dingin.
3.        Satya yaitu tidak berdusta.
4.        Ahingsa yaitu membahagiakan semua makhluk.
5.        Dama  yaitu sabar, dapat menasehati dirinya sendiri.
6.        Arjawa, tulus hati, berterus terang.
7.        Priti, sangat welas asih.
8.        Prasada, jernih hatinya.
9.        Madhurya, manisnya pandangan dan manisnya perkataan.
10.    Mardawa, lembut hatinya.
Ajaran selanjutnya adalah Dasa nyama bratha. Dasa nyama bratha secara etimologi terdiri dari tiga kata, dasa yang berarti sepuluh, nyama berkaitan dengan janji diri, serta bratha yang berarti pengendalian. Jadi dapat disimpulkan bahwa dasa nyama bratha berarti sepuluh macam pengendalian dalam hubungannya dengan mental untukmencapai kesempurnaan dan kesucian batin (Tim Penyusun, 1996: 44). Berikut adalah kutipan Sarasamuccaya terkait dengan dasa nyama bratha. Ajarannya terdapat dalam sloka 260. Berikut kutipannya.
dānamijyā tapo dhyānaṁ svādhyāyopasthanigrahah,
vratopavasamaunam ca ananam ca niyama daṣa.

Text Box: Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang niyama ngaranya, pratyekanya, dana, ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthanigraha, brata, upawasa, mauna, snana, nahan ta awak ning niyama, dana weweh, annadanadi, ijya, dewapuja, pitrapujadi, tapa, kayasangsosana, kasatan ikang sarira, bhusarya, jalatyagadi, dhyana, ikang siwasmarana, swadhyaya, wedabhyasa, upasthanigraha, kahrta ning upastha, brata, annawarjadi, mauna, wacangyama, kahrtaning ujar, haywakecek kuneng, snana, trisangdhyasewana, madhyusa ring kala ning sandhya.
                                                                    
Artinya :
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama perinciaannya :
1.      Dana yaitu pemberian, pemberian makanan, minuman dan lain-lainnya.
2.      Ijya yaitu pujaan kepada Dewa, kepada leluhur dan lain-lainnya, pujaan sejenis itu.
3.      Tapa yaitu pengekangan nafsu jasmaniah, seluruh badan kering berbaring di atas tanah, pantang air dan sebagainya.
4.      Dhyana yaitu terfokus merenungkan Bhatara Siwa.
5.      Upasthanigraha yaitu pengekangan upastha, pengekangan nafsu kelamin.
6.      Brata yaitu pengekangan nafsu terhadap makanan dan minuman.
7.      Mona yaitu wacang yama artinya menahan, tidak mengucapkan kata-kata yaitu tidak berkata sama sekali, tidak bersuara.
8.      Snana yaitu trisandhya sewana mengikuti trisandhya, mandi membersihkan diri pada waktu pagi, tengah hari dan petang hari.



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulam
Berdasarkan pembahasan pada Bab II maka dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Ajaran tata susila sangat berkaitan dengan Kitab Sarasamuccaya, mengingat kitab Sarasamuccaya memuat ajaran-ajaran yang berkaitan dengan tata cara bertingkahlaku (tata susila)
3.1.2 Adapun beberapan ajaran tata susila yang termuat dalam  Sarasamucca diantaranya adalah ajaran catur purusa artha, tri kaya parisudha, dan dasa yama serta nyama bratha.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan adalah:
3.2.1        Agar mahasiswa lebih banyak membaca dan memahami ajaran dalam kitab Sarasamuccaya, khususnya ajaran Catur Purusa Artha, Tri Kaya parisudha, dan dasa yama nyama bratha sehingga bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari
3.2.2        Sebagai calon pendidik hendaknya kita bisa memberikan contoh bahkan melaksanakan ajaran tersebut agar nantinya kita bisa menjagi seoranng guru yang memiliki kepribadian yang baik dan tidak merugikan orang lain.




 
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, I Made Nada et.al.  2010. Etika Hindu. Surabaya: Pāramita.

Kajeng, I Nyoman, dkk. 1997. Sārasamuccaya Dengan Teks Bahasa Sansketa dan Jawa Kuna. Surabaya: Pāramita.

Subagiasta, I Ketut. 2007. Etika Pendidikan Agama Hindu. Surabaya: Pāramita

Sugriwa, Ida Bagus. 2013. Widya Dharma Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact.
Sumarni, Ni Wayan, dkk. 2004. Widya Dharma Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact.
im Penyusun. 1996. Buku Paket Pelajaran Agama Hindu Sesuai Dengan Kurikulum Baru Tahun 1994. Denpasar: CV. Kayumas Agung

1 komentar:

  1. Easy "water hack" burns 2 lbs OVERNIGHT

    More than 160000 women and men are hacking their diet with a simple and secret "water hack" to lose 1-2lbs each and every night in their sleep.

    It is simple and it works all the time.

    Here's how to do it yourself:

    1) Take a clear glass and fill it up with water half glass

    2) And now do this strange HACK

    and be 1-2lbs thinner the very next day!

    BalasHapus