BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia,
tentu tidak akan dapat terlepas dari sebuah aturan bermasyarakat. Manusia
sebagai mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri, membutuhkan orang lain sebagai
penunjang hidupnya. Manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya,
membutuhkan sebuah tata krama pergaulan. Tata krama ini nantinya akan mampu
membuat atau membatasi tingkah laku seseorang, sehingga saat bersosialisasi
tidak akan menyakiti orang yang lainnya.
Tata krama telah
terbukti menjadi sebuah aturan atau acuan dalam membina keharmonisan di masyarakat.
Tata krama memberi sekat-sekat ataubatasan-batasan bertingkahlaku sebagai
seorang manusia yang berbudi (sopan santun). Ajaran tata krama membuat seorang
anak akan menghormati orang tuanya, orang lain yang lebih tua, serta menjaga
keharmonisanbersama teman-teman sebayanya. Ajaran tata krama pula yang membuat
seorang siswa patuh dan hormat kepada gurunya.
Ajaran tata krama mampu
mengubah perilaku seseorang yang awalnya tidak baik, menjadi orang yang lebih
baik. Ajaran tata krama berisikan tentang tata cara menjadikan seorang anak
menjadi sopan, santun, dan berbudi pekerti yang luhur. Selain itu, kontribusi
dari perilaku sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur tentunya akan mendapat
timbal balik yang positif dari lawan bicara atau orang-orang disekitar anak itu
sendiri. Anak yang baik, tentu akan mendapat perlakuan yang baik pula.
Pentingnya ajaran tata
krama ini, membuat sekolah-sekolah telah menerapkan ajaran tata krama dalam
kurikulum pelajarannya. Salah satu mata pelajaran yang memberi ajaran tata
krama adalah pelajaran budi pekerti. Pelajaran ini telah ditanamkan sejak masih
di taman kanak-kanak. Selain itu, mata pelajaran yang juga memberikan penerapan
ajaran tata krama yaitu mata pelajaran Agama, baikitu Agama Hindu, Islam,
Kristen, Budha, maupun yang lainnya.
Perkembangan pendidikan
Agama Hindu dewasa ini sudah semakin mengalami kemajuan. Pendidikan Agama
Hindu, sebagaimana pendidikan agama lainnyajuga mengajarkan tentang ajaran tata
krama. Ajaran tata krama dalam Hindu disebut dengan istilah Tata Susila. Ajaran
tata susila mengajari seseorang tentang tata cara berprilaku atau bersikap yang
baik berdasarkan ajaran agama, khususnya Hindu.
Ajaran tata susila
apabila diterapkan pada setiap orang, tentu akan sangat mengubah pola perilaku
seseorang. Seseorang yang memahami ajaran tata susila, tentunya akan lebih
menghargai orang lain, melakukan segala perbuatanh yang berlandaskan pada dharma. Selain itu, mempelajari tata susila
akan mampu membuat seseorang lebih bias mengendalikan dirinya, baik secara
rohani (pikiran), maupun secara jasmani (perbuatan).
Mengingat bahwa ajaran
tata susila sangat penting keberadaannya, maka ajaran inipun telah banyak
dibahas dalam kitab-kitab suci keagamaan. Naskah-naskah suci Hindu yang memuat
tentang ajaran tata susila, biasanya membahas mengenai ajaran tata susila dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat maupun dalam beragama. Beberapa naskah suci
Hindu yang memuat tentang ajaran tata susila ini yakni Veda, Sarasamuccaya, Ślokantara, Bhagavadgītā, dan yang lainnya.
Banyak kitab suci yang
memberikan ajaran tata susila. Salah satu yang paling terkenal mengandung
banyak ajaran tata susila yaitu kitab Sarasamuccaya. Kitab Sarasamuccaya
sendiri berisikan tentang ajaran-ajaran terkait dengan tata cara berprilaku
yang berlandaskanajaran dharma. Kitab
ini banyak mengajarkan mengenai penerapan etika bertingkahlaku dlam kehidupan
bermasyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
didaptkan rumusan masalah sebagai berikut.
1.2.1
Bagaimanakah hubungan tata susila dengan
kitab Sarasamuccaya?
1.2.2
Bagaimana ajaran tata susila yang
terdapat dalam kitab Sarasamuccaya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan
Umum
Untuk mencari tahu nilai-nilai atau ajaran-ajaran
mengenai tata susila yang terdapat dalam kitab Sarasamuccaya, sebagai bentuk pengamalan dan usaha memperkenalkan salah satu dari ajaran tri kerangka dasar Agama Hindu, yakni susila.
1.3.2
Tujuan
Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus penulisan paper
ini berdasarkan dari rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui hubungan tata susila
dengan kitab Sarasamuccaya.
2.
Untuk mengetahui ajaran tata susila yang
terdapat dalam Sarasamuccaya.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1
Manfaat
Teoritis
Informasi
dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca agar lebih menghargai, memahami, dan mengamalkan ajaran tata susila dalam kitab
Sarasamuccaya sebagai salah satu upaya untuk mengamalkan salah satu ajaran dari
tri kerangka dasar Agama Hindu, yakni
susila. Serta bermanfaat pula sebagai
acuan dalam penulisan paper terkait tata susila dalam Sarasamuccaya
selanjutnya.
1.4.2
Manfaat
Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
- Bagi mahasiswa hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan bacaan untuk mendapatkan informasi mengenai ajaran-ajaran tata susila yang terdapat dalam kitab Sarasamuccaya.
- Bagi masyarakat diharapkan penelitian ini dapat menambah rasa kecintaan dan kepedulian terhadap pengamalan ajaran tata susila sebagai salah satu bentuk dari penerapan ajaran salah satu ajaran dari tri kerangka dasar Agama Hindu, yakni susila.
- Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk pebanding saat meneliti mengenai ajaran tata susila dalam kitab Sarasamuccaya.
1.5 Metode
Penulisan
Metode yang kami
gunakan dalam penulisan paper ini antara lain sebagai berikut:
1.5.1
Menggunakan
metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah sebuah metode
untuk mengumpulkan data-data dari beberapa literatur atau buku-buku yang ada
hubungannya dengan objek permasalahan.
1.5.2
Menggunakan
metode observasi. Metode observasi ini dipergunakan saat mengobservasi atau
mencari buku dan literature di tempat-tempat bersangkutan, seperti perpustakaan
daerah maupun toko buku.

PEMBAHASAN
2.1 Tata
Susila dan Sarasamuccaya
Sudirga, dkk (2013: 80)
dalam buku Widya Dharma Agama Hindu menyatakan
bahwa pengertian Susila atau etika
adalah upaya (karma) manusia
mempergunakan keterampilan fisiknya (angga)
dan kecerdasan rohani (sukma sarira)
nya, yang terdiri dari pikiran (manas),
kecerdasan (buddhi) dan kesadaran
murni (atman) dapat berfungsi untuk
memecahkan berbagai masalah tentang bagaimana ia harus hidup sebagai manusia
yang baik (suputra). Sejalan dengan
pendapat Sudirga, Subagiasta (2007: 6) memaparkan terkait etika pendidikan
merupakan suatu proses dan sistem untuk mendewasakan umat manusia khususnya
umat Hindu menuju kepada kondisi kebaikan dengan dasar ajaran pokok adalah
ajaran Agama Hindu yang bersumber pada naskah Hindu.
Pada
bukunya, Subagiasta (2007: 6) juga menjelaskan bahwa penekanan kata ‘etika’
adalah bagaimana hal yang buruk dapat menuju pada kebaikan, kemuliaan,
kebenaran, keutamaan,dan yang sejenisnya dalam kaitannya dengan pengelolaan
kependidikan Agama Hindu di Indonesia. Pendapat Subagiasta tersebut di atas
memberikan gambaran terkait betapa pentingnya ajaran tata susila bagi
seseorang.
jaran
tata susila merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang.
Tata susila berisikan ajaran kepada seorang manusia mengenai acuan bertingkah
laku yang benar. Manusia sangat penting memahami ajaran tata susila, mengingat
hanya manusia yang memiliki idep. Idep atau cara berpikir itu sendirinantinya akan
mampu membuat seorang manusia untuk melakukan perbuatan yang baik, maupun yang
buruk. Sila (perilaku) seoranag
manusia yang dapat menjadi baik maupun buruk terdapat dalam sebuah sloka di Kitab Sarasamuccaya. Kutipannya
adalah sebagaiberikut.
Mānusah
sarvabhūteṣu varttate vai ṣubhāśubhe,
aśubheṣu samaviṣṭam
śubhesvevāvakārayet.
(Sarasamuccaya, sloka 2)

Atinya :
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang
dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik
ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk
itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia.
Banyak kitab suci yang
memberikan ajaran tata susila. Salah satu yang paling terkenal mengandung
banyak ajaran tata susila yaitu kitab Sarasamuccaya. Kitab Sarasamuccaya terdiri dari sebuah pengantar pendek dan 517 sloka yang diterangkan dalam bahasa Jawa
Kuna. Kitab ini adalah kitab etika untuk pemeluk agama Hindu.
Gunawan (dalam Kajeng, 2011: i) menyatakan bahwa
Sarasamuccaya adalah merupakan salah satu kitab suci kelompok Nibanda yang
membahas tentang ajaran Susila Dharma
untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu Dharma,
Artha, Kāma, dan Mokṣa. Susila Dharma yang dimaksudkan
memberikan penekanan bahwa dalam kitab Sarasamuccaya memang mengandung ajaran
terkait tata cara bertingkah laku yang baik (susila) sesuai dengan ajaran dharma
(kebenaran).
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kitab Sarasamuccaya memiliki
keterkaitan dengan ajaran tata susila. Mengingat bahwa ajaran tata susila
banyak di singgung dalam sloka-sloka
di Sarasamuccaya, terlebih terkait dengan ajaran Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa.
Selain itu, mempelajari dan menerapkan ajaran pada kitab Sarasamuccaya juga
akan mampu membuat atau mengubah sikap seseorang yang awalnya tidak baik,
menjadi lebih baik dan berada pada ajaran dharma.
2.2 Ajaran Tata
Susila dalam Sarasamuccaya
2.2.1 Ajaran Catur
Purusa Artha
Catur Purusa Arta
terdiri dari kata catur yang berarti
empat, purusa berarti jiwa atau
manusia dan artha berarti tujuan
hidup. Jadi Catur Purusa Artha
berarti empat tujuan hidup manusia (Subagiasta, 2007: 42). Istilah Catur Purusa Artha sering dikaitkan
dengan istilah Catur Varga. Catur Varga terdiri dari kata catur yang berarti empat dan Varga yang berarti terjalin erat atau
golongan. Jadi catur Varga berarti
empat tujuan hidup yang terjalin erat satu dengan yang lainnya.
Bersdarkan
pengertian-pengertian yang terurai di atas dapat diketahui bahwa Catur Purusa Artha dan Catur Varga adalah dua buah istilah yang
sesungguhnya sama. Catur Purusa Artha
atau Catau Varga adalah empat tujuan
hidup manusia yang sama-sama bertujuan untuk mewujudkan suatu perpaduan yang
utuh. Penekanan pada pengertian perpaduan yang utuh tersebut sangat penting,
supaya hidup seseorang dapat mencapai tujuan yang seharusnya.
Ajaran tata susila
banyak terdapat dalam kitab Sarasamuccaya. Gunawan (dalam Kajeng, 2011: i) menyatakan bahwa kitab
Sarasamuccaya adalah merupakan salah satu kitab suci kelompok Nibanda yang
membahas tentang ajaran Susila Dharma
untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu Dharma,
Artha, Kāma, dan Mokṣa. Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa yang dimaksud oleh Gunawan
tersebut merupakan bagian dari Catur
Purusa artha.
Pendapat dari Gunawan
di atas, terbukti pada kutipan dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 1. Tetapi bedanya, dalam kitab Sarasamuccaya tersebut,
pembagian Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa merupakan bagian dari catur varga. Meskipun sebutannya
berbeda, tetapi tidak mengurangi makna dari ajaran Dharma, Artha, Kāma, dan Mokṣa
tersebut, sebab kedua ajaran (Catur
Purusa Artha maupun Catur Varga)
sama-sama berisikan tentang empat tujuan hidup manusia. Kedua ajaran tersebut
sama-sama memuat ajaran Dharma yang
berarti kebenaran, artha berarti
kekayaan, kama berarti keinginan,
serta moksa yang berarti pembebasan.
Berikut adalah kutipan slokanya.
Dharme cārte ca kāme ca moksa ca bhāratarṣabha,
Yadihāsti tadanyatra yannehāsti an
tat kvacit.

Artinya :
Anakanda Janamejaya, segala ajaran
tentang caturwarga (dharma, artha, kama dan moksa), baikpun sumber, maupun uraian
arti atau tafsirannya, ada terdapat di sini akan terdapat dalam sastra lain;
yang tidak terdapat di sini tidak akan terdapat dalam sastra lain dari sastra
ini (tentang caturwarga).
Seperti namanya, Catur Purusa Artha terdiri dari empat
bagian, yaitu dharma, artha, kama dan
moksa. Dharma adalah pembuka pintu kebahagiaan akhirat (swarga) dan jalan untuk mencapai
ketentraman perasaan dan kebebasan roh dari penjelmaan (moksa) (Subagiasta,2007: 42). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
pengamalan dharma akan membawa
seseorang untuk mampu mencapai tujuan tertingginya, yaitu moksa.
Kata Dharma berasal dari kata dhr yang berarti menjinjing, memelihara, memangku dan mengatur.
Jadi Dharma adalah sesuatu yang
mengatur atau memelihara dunia beserta makhluk (Atmaja, 2010: 15). Dharma
juga berarti sila atau budhi pekerti
luhur sebagai penuntun manusia di dalam kebenaran dan kesempurnaan lahir batin.
Dengan demikian dharma memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Catur
Purusa Artha karena dharmalah
yang dapat mengantar manusia dalam menuruti kama
(keinginan) sehingga manusia mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia
ini.
Sejalan dengan pendapat
Atmaja dan Subagiasta, dalam kitab Sarasamuccaya pun terdapat beberapa sloka
yang mengandung ajaran Dharma. Salah satu sloka yang memuat ajaran dharma
adalah sloka yang ke 14. Berikut
kutipannya.
Dharma eva plavo nanyah svargam samabhivāñchatam,
Sa ca naurpvaṇijasstatam jaladheh pāramicchatah.

Artinya :
Yang
disebut dharma, adalah merupakan
jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah
merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan.
Kutipan dari sloka di atas menunjukkan bahwa dharma merupan sebuah jalan atau
kendaraan seseorang untuk mencapai tujuannya yang terbaik. Dharma pada hakekatnya dikatakan sebagai sebuah perilaku yang harus
dilakukan oleh seorang umat. Dengan mengamalkan sikap dharma, maka seseorang akan mampu mengendalikan kama (keinginan) akan artha (kekayaan), sehingga mampu
mencapai moksa. Artha maupun kama yang
telah terpenuhi atau tercapai, apabila tidak dilandasi ajaran dharma, maka artha dan kama tersebut
dikatakan tidak ada artinya. Hal ini terdapat dalam kutipan Sarasamuccaya sloka 12, sebagai berikut.
Kamarthau
lipsamānastu dharmmamevāditaṣcaret,
nahi
dharmmādapetyārthah kāmo vapi kadācana

Artinya :
Pada hakikatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma
hendaknya dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak aka nada artinya, jika artha dan kama itu
diperoleh menyimpang dari dharma.
Mengamalkan ajaran
dhama juga akan mampu mendatangkan kebahagiaan bagi orang itu sendiri.
Pemaparan terkait dharma yang mampu mendatang kebahagiaan terdapat pula dalam sloka Sarasamuccaya yang ke 18, berikut
kutipannya.
Dharmah
sadā hitah pumsām dharmaṣcaivāṣrayah satam,
Dharmallokāstrayastāta
pravṛttah sacarāhcarāh.

Artinya :
Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi
yang melaksanakannya; lagipula dharma
itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka
atau jagad tiga itu.
Ajaran Catur Purusa Artha yang ke dua dan ke tiga
adalah ajaran artha dan kama. Artha dan kama biasanya
sering dikait-kaitkan, mengingat kama
merupakan keinginan sedangkangkan artha
merupakan kekayaan. Keberadaan Artha
dan Kama tidak bias terlepas dari
ajaran dharma. Kutipan Sarasamuccaya
yang memuat ajaran Artha dan Kama yang berhubungan dengan ajaran Dharma, terdapat dalam sloka 12. Berikut adalah kutipannya.
Kamarthau lipsamānastu dharmmamevāditaṣcaret,
Nahi dharmmādapetyārthah kāmo vapi kadācana.

Artinya :
Pada
hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya
dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan
kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh
menyimpang dari dharma.
Berkaitan dengan kutipan sloka di atas,terdapat pula sloka yang
memaparkan tentang pembagian pendapatan (artha)
yang dibagi berdasarkan ajaran dharma.
Adapun sloka yang berkaitan dengan
pembagian artha ini adalah
Sarasamuccaya sloka 261. Berikut
adalah kutipannya.
dharmeṇārthah
samāhāryo dharmalabdhaṁ tridhā dhanaṁ,
kartavyaṁ
dharma paramaṁ mānavena prayatnatah.

Artinya :
Dan caranya berusaha memperoleh sesuatu,
hendaklah berdasarkan dharma, dana
yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga, guna melaksanakan (biaya)
mencapai yang tiga itu; perhatikanlah itu baik-baik.
Selanjutnya, pembagian dari artha ini juga terdapat dalam sloka Sarasamuccaya yang ke 262. Berikut
kutipannya.
Ekanāmcena
dharmārthah kartavyo bhūtimicchatā,
Ekanāmcena kāmārtha ekamaṁcaṁ
vivirddhayet.

Artinya :
Demikianlah hakekatnya maka dibagi tiga
(hasil usaha itu), yang satu bagian guna mencapai dharma, bagian yang ke dua
adalah biaya untuk memenuhi kama,
bagian yang ke tiga diuntukkan bagi melakukan kegiatan usaha dalam bidang artha, ekonomi, agar berkembang kembali
demikian hakekatnya, maka dibagi tiga, oleh orang yang ingin beroleh
kebahagiaan.
Ajaran dari catur
purusa artha yang ke empat adalah moksa.
Moksa menurut Subagiasta (2007: 42)
berarti kebebasan dari pasang surut gelombang hidup duniawi yang menumbulkan
senang dan duka dan kebebasan atma
(roh sumber hidup) dari ikat nafsu maupun penjelmaan (reincarnation atau punarbhawa).
Pendapat Subagiasta ini memberi penegasan terkait melalui pengamalan ajaran catur purusa artha, yaitu pengamalan artha dan kama berdasarkan dharma
akan mampu membawa atau mengantarkan seseorang pada tujuan tertinggi umat Hindu
yaitu moksa atau pembebasan.
Sejalan dengan pendapat Subagiasta terkait moksa sebagai pembebasan, kitab
Sarasamuccaya pada beberapa slokanya juga
memuat ajaran terkait moksa. Salah
satu slokanya adalah sloka yang ke 488. Sloka tersebut berisikan tentang pembebasan, di mana yang berasal
dari Tuhan, akan kembali pada Tuhan. Seperti juga ayat terkait moksa yang berbunyi manunggaling kaula gusti, yaitu bersatu kembali kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Berikut adalah kutipannya.
ādarṣanādāpatitāh
punaṣcādarcanam gatāh,
na
te tava na teṣām tvaṁ kā tatra paridevanā

Artinya :
Katanya mereka datang dari taya dan kemudian kembali ke taya; singkatnya, bukan kepunyaanku itu,
itu tidak ada hubungannya dengan anda; jika demikian halnya, apa yang akan
dikatakan dan apa yang akan dikerjakan.
Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa segala
yang datanya dari taya, kemudian akan
berpuloang pula kepada taya itu
sendiri. Taya menurut Kajeng (1997:
364) berarti tidak ada, kosong, sunya,
tak tampak sesuatu apa, ditafsurkan tidak ada tampak pada mata biasa. Hal ini
semakin memperjelas bahwa taya yang dimaksud dalam sloka tersebut adalah
Tuhan Yang Maha Esa, sebab Beliau tidak terlihat dan tidak sanggup untuk
dibayangkan. Ini berarti segala yang berasal dari Tuhan, akan kembali pada
Tuhan itu sendiri, pembebasan yang sesungguhnya adalah saat atma mampu menunggal dengan brahman itu sendiri.
2.2.2
Ajaran Tri Kaya Parisudha
Tri
Kaya Parisudha merupakan bagian etika (susila) dari Agama Hindu (Sumarni, 2004:
45). Secara etimologi, tri kaya parisudha
terdiri dari tiga buah kata, yaitu tri,
kaya, dan parisudha. Tri artinya “tiga”, kaya artinya “karya atau perbuatan”, dan parisudha artinya “penyucian”. Jadi Tri Kaya Parisudha adalah tiga perilaku yang dimuliakan dan
disucikan oleh setiap umat Hindu (Subagiasta, 2007: 14). Ajaran etika Hindu tentang tri kaya parisudha iniadalahsebagai landasan
utama dalam berpikir yang baik dan benar, berkata yang baik dan benar, serta
bertindak yang baik dan benar.
Tri
Kaya Parisudha pada umumnya terdiri dari tiga buah
ajaran pengendalian, yaitu manahcika,
wacika, dan kayika parisudha.
Dalam sloka Sarasamuccaya tri kaya ini dijelaskan dalam istilah yang berbeda,
tetapi maknanya tetap sama. Sarasamuccaya menyatakan bahwa segala yang
dilakukan orang dapat berlangsung melalui trikaya,
tiga anggota badan yaitu : Kaya, Wak
dan manah. Kaya ialah anggota badan, seperti tangan, kaki, punggung, mulut dan
sebagainya. Sedangkan wak ialah
kata-kata, dan manah adalah pikiran.
Dengan tiga alat inilah manusia dapat berbuat sesuatu, baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain, dan lingkungannya. Ajaran terkait tri kaya parisudha dalam Sarasamuccaya
terdapat dalam sloka 157. Berikut
adalah kutipannya.
Adrohah sarvabhūteṣu kāyena manasā girā,
Anugrahaṣca dānaṁ ca ṣilametadvidurbudhāh

Artinya :
Yang membuat matinya segala mahluk
hidup, sekali-kali jangan hendaknya dilakukan dengan menggunakan trikaya, yaitu
perbuatan, perkataan, dan pikiran; adapun yang haras diikhtiarkan dengan
trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab itulah disebut Sila
(perbuatan baik), kata orang arif.
Selanjutnya pembagian pertama dari tri kaya parisudha terdapat pula dalam
Sarasamuccaya sloka 73, berikut
kutipannya.
Manasā trividham
caiva vācā caiva caturvinham,
Kayena
trividham capi dacakarma pathaccaret.

Artinya :
Adalah karmapatha namanya, yaitu
pengendalian hawa nafsu, sepuluh banyaknya yang patut dilaksanakan;
perinciannya; gerak pikiran, tiga banyaknya; perilaku perkataan, empat
jumlahnya; gerak tindakan, tiga banyaknya; jadi sepuluh banyaknya, perbuatan
yang timbul dari gerakan badan, perkataan dan pikiran; itulah patut
diperhatikan.
Kutipan tersebut di
atas menjelaskan tentang pembagian tri
kaya parisudha yang kemudian diperinci menjadi sepuluh tindakan. Tiga
tindakan untuk manahcika, empat
tindakan pada wacika parisudha (wak), dan tiga tindakan untuk kayika parisudha. Orang yang mampu
mengendalikan pikirannya disebut telah mengamalkan ajaran Manahcika Parisudha (Sumarni, 2004: 47). Berikut adalah kutipan sloka dalam Sarasamuccaya yang berisi
tentang pengendalian pikiran.
Anabhidhyām parasveṣu sarvasatveṣu cāruṣam,
Karmaṇām phalamastīti trividham
manasā caret.
(Sarasamuccaya,
sloka 74)

Artinya :
Tindakan dari gerak pikiran terlebih
dulu akan dibicarakan, tiga banyaknya, perinciannya: tidak ingin dan dengki pada kepunyaan orang
lain, tidak bersikap gemas kepada segala makhluk, percaya akan kebenaran ajaran
karmaphala, itulah ketiganya perilaku pikiran yang merupakan pengendalian hawa
nafsu.
Pikiran merupakan hal
yang paling harus mampu untuk dikendalikan. Pikiran diibaratkan seorang kusir
yang mampumengendalikan dan bertanggung jawab atas pengendalian dari lima
kudanya (panca indriya). Pikiran
mampu membuat seseorang berkata yang baik atau bahkan menyakiti seseorang,
begitu pula pikiran mampu membuat seseorang bertindak yang benar maupun dosa.
Inilah yang membuat pikiran dikatakan sumber dari segala yang dilakukan
seseorang. Kitab Sarasamuccaya sloka
79 juga memuat terkait pentingnya pengendalian pikiran sebagai berikut.
Manasā
nicayam krtva tato vaca vidhiyate,
Kriyate
karmanā paṣcāt pradhānam vai manastatah.

Artinya :
Maka
kesimpulannya, pikiranlah yang merupakan unsur yang menentukan; jika menentukan
perasaan hati telah terjadi, maka mulialah orang berkata, atau melakukan
perbuatan; oleh klarena itu pikiranlah yang menjadi pokok sumbernya.
Bagian dari tri kaya parisudha yang ke dua adalah wacika parisudha atau perkataan. Pepatah
mengatakan, mulutmu adalah harimaumu. Hal ini berarti dengan perkataan akan
mampu membuat seseorang menjadi memliki banyak teman,atau bahkan dimusuhi
banyak orang. Perkataan yang baik akan mampu membawa kebahagiaan bagi yang
berbicara maupun yang mendengarkan, begitu pula sebaliknya, perkataan yang
kasar akan menyakiti hati pendengar sehingga merugikan yang berbicara.
Perkataan akan mampu membuat hidup seseorang menjadi penuh cinta atu bahkan penuh
kebencian. Hal ini sama seperti beberapa sloka
yang terdapat dalam Kitab Sarasamuccaya, salah satu diantaranya adalah sloka 118, berikut kutipannya.
samyagalpaṁ
ca vaktavyamaviksiptena cetasā
vākprabandho
hi saṁrāgādvirāgādvā bhavedasan

Artinya :
Yang patut dikatakan itu hendaklah
sesuatu yang membawa kebaikan, hal itu janganlah digembar-gemborkan;
berkeinginandisebut pandai bicara; sebab kata-kata itu jika berkepanjangan, ada
yang menyebabkan senang ada yang menimbulkan kebencian; tak baik hal serupa
itu.
Pengendalian
dalam berbicara sangatlah penting, mengingat dengan perkataan mampu
menyenangkan atau bahkan menyakiti orang lain. Untuk mencegah perkataan
tersebut tidak menyakiti orang lain, maka ada beberapa tindakan yang harus
dilakukan untuk mengendalikan perkataan. Selanjutnya, empat buah tindakan
pengendalian dalam perkataan (wacika
parisudha) terdapat dalam sloka Sarasamuccaya
pada sloka ke 75. Berikut kutipannya.
Asatpralāpam pārusyam
paicunyamanrtam tathā,
Vatvāri vācā rājendra na jalpennānucintayet.

Artinya :
Inilah yang
tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu perkataan jahat, perkataan
kasar menghardik, perkataan memfitnah, perhataan bohong (tak dapat dipercaya);
itulah keempatnya harus disingkirkan dari perkataan, jangan diucapkan, jangan
dipikir-pikir akan diucapkannya.
Pengendalian yang ke tiga adalah pengendalian
perbuatan. Dalam Sarasamuccaya juga memaparkan terkait pengendalian perbuatan.
Ada tiga buah tindakan pengendalian dalam perbuatan (kayika parisudha) yang terdapat dalam sloka Sarasamuccaya pada sloka ke 76. Berikut kutipannya.
Prāṅatipātam stainyam ca paradārānathāpi vā, trini
pāpāni kāyena sarvatah parivarjavet.

Artinya :
Inilah yang tidak patut dilakukan :
membunuh, mencuri, berbuat zina; krtiganya itu jangan hendaknya dilakukan
terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersenda gurau, baik dalam keadaan
dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya dihindari
saja ketiganya itu.
2.2.3
Ajaran Dasa Yama dan Nyama Bratha
Dasa
yama bratha secara etimologi terdiridari tiga kata,
dasa yang berarti sepuluh, yama berkaitan dengan perbuatan jasmani,
serta bratha yang berarti
pengendalian. Jadi dapat disimpulkan bahwa dasa
yama bratha berarti sepuluh macam pengendalian terhadap perbuatan kita
untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin (Tim Penyusun, 1996: 38).
Berikut adalah kutipan Sarasamuccaya terkait dengan dasa yama bratha. Ajarannya
terdapat dalam sloka 259. Berikut
kutipannya.
ānrcangsyaṁ kṣamā satyamahimsā dama ārjavam,
Prītih prasādo mādhuryam mārdavaṁ ca
yamā daca.

Artinya :
Inilah brata yang disebut yama,
perinciannya demikian :
1.
Anrsangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja.
2.
Ksama yaitu tahan akan panas dan dingin.
3.
Satya yaitu tidak berdusta.
4.
Ahingsa yaitu membahagiakan semua makhluk.
5.
Dama
yaitu
sabar, dapat menasehati dirinya sendiri.
6.
Arjawa, tulus hati, berterus terang.
7.
Priti, sangat welas asih.
8.
Prasada, jernih hatinya.
9.
Madhurya, manisnya pandangan dan manisnya
perkataan.
10.
Mardawa, lembut hatinya.
Ajaran selanjutnya
adalah Dasa nyama bratha. Dasa nyama
bratha secara etimologi terdiri dari tiga kata, dasa yang berarti sepuluh, nyama
berkaitan dengan janji diri, serta bratha
yang berarti pengendalian. Jadi dapat disimpulkan bahwa dasa nyama bratha berarti sepuluh macam pengendalian dalam
hubungannya dengan mental untukmencapai kesempurnaan dan kesucian batin (Tim
Penyusun, 1996: 44). Berikut adalah kutipan Sarasamuccaya terkait dengan dasa nyama bratha. Ajarannya terdapat
dalam sloka 260. Berikut kutipannya.
dānamijyā tapo dhyānaṁ svādhyāyopasthanigrahah,
vratopavasamaunam ca ananam ca niyama daṣa.

Artinya :
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama
perinciaannya :
1.
Dana yaitu pemberian, pemberian makanan,
minuman dan lain-lainnya.
2.
Ijya yaitu pujaan kepada Dewa, kepada
leluhur dan lain-lainnya, pujaan sejenis itu.
3.
Tapa yaitu pengekangan nafsu jasmaniah,
seluruh badan kering berbaring di atas tanah, pantang air dan sebagainya.
4.
Dhyana yaitu terfokus merenungkan Bhatara
Siwa.
5.
Upasthanigraha yaitu pengekangan upastha,
pengekangan nafsu kelamin.
6.
Brata yaitu pengekangan nafsu terhadap
makanan dan minuman.
7.
Mona yaitu wacang yama artinya menahan,
tidak mengucapkan kata-kata yaitu tidak berkata sama sekali, tidak bersuara.
8.
Snana yaitu trisandhya sewana mengikuti
trisandhya, mandi membersihkan diri pada waktu pagi, tengah hari dan petang
hari.

PENUTUP
3.1
Simpulam
Berdasarkan pembahasan pada Bab II maka dapat disimpulkan
bahwa:
3.1.1
Ajaran tata susila sangat berkaitan dengan Kitab Sarasamuccaya, mengingat kitab
Sarasamuccaya memuat ajaran-ajaran yang berkaitan dengan tata cara
bertingkahlaku (tata susila)
3.1.2
Adapun beberapan ajaran tata susila yang termuat dalam Sarasamucca diantaranya adalah ajaran catur purusa artha, tri kaya parisudha,
dan dasa yama serta nyama bratha.
3.2
Saran
Saran yang dapat kami sampaikan adalah:
3.2.1
Agar
mahasiswa lebih banyak membaca dan memahami ajaran dalam kitab Sarasamuccaya,
khususnya ajaran Catur Purusa Artha, Tri Kaya parisudha, dan dasa yama nyama bratha sehingga bisa
dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari
3.2.2
Sebagai calon pendidik hendaknya kita bisa memberikan contoh bahkan
melaksanakan ajaran tersebut agar nantinya kita bisa menjagi seoranng guru yang
memiliki kepribadian yang baik dan tidak merugikan orang lain.

Atmaja, I Made
Nada et.al. 2010. Etika Hindu. Surabaya: Pāramita.
Kajeng, I
Nyoman, dkk. 1997. Sārasamuccaya Dengan
Teks Bahasa Sansketa dan Jawa Kuna. Surabaya: Pāramita.
Subagiasta, I Ketut. 2007. Etika Pendidikan Agama Hindu. Surabaya:
Pāramita
Sugriwa, Ida
Bagus. 2013. Widya Dharma Agama Hindu.
Jakarta: Ganeca Exact.
Sumarni,
Ni Wayan, dkk. 2004. Widya Dharma Agama
Hindu. Jakarta: Ganeca Exact.
im Penyusun.
1996. Buku Paket Pelajaran Agama Hindu
Sesuai Dengan Kurikulum Baru Tahun 1994. Denpasar: CV. Kayumas Agung
Easy "water hack" burns 2 lbs OVERNIGHT
BalasHapusMore than 160000 women and men are hacking their diet with a simple and secret "water hack" to lose 1-2lbs each and every night in their sleep.
It is simple and it works all the time.
Here's how to do it yourself:
1) Take a clear glass and fill it up with water half glass
2) And now do this strange HACK
and be 1-2lbs thinner the very next day!